Jakarta – Wakil Ketua DPRD Daerah Jawa Barat Iwan Suryawan mengingatkan 27 pemerintah daerah dan kota untuk segera memperkuat sosialisasi terkait Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Peraturan daerah inilah yang menjadi landasan penerapan peluang perpajakan pada 5 Januari 2025 dan harus dipahami masyarakat agar tidak menimbulkan kontroversi. Dengan diberlakukannya opsi pajak dan retribusi daerah, maka maksimal Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan (BBNKB) akan dikurangi.
PKB yang semula 1-2% dinaikkan menjadi maksimal 1,2%, dan batas tarif BBNKB yang semula maksimal 20% dinaikkan menjadi maksimal 12%. Namun terdapat opsi perpajakan yang mengenakan tambahan pajak sebesar persentase tertentu (66%) terhadap PKB dan BBNKB. Artinya, pajak yang harus dibayar masyarakat atas mobilnya akan meningkat.
Ewan menilai penerapan opsi perpajakan sebagai kado tahun baru terhadap potensi pendapatan dalam negeri (PAD) pada 2025 harus dibarengi dengan edukasi masyarakat yang efektif.
“Pemerintah daerah harus menyusun rencana sosialisasi yang baik agar masyarakat memahami pentingnya pajak dan manfaatnya, sehingga tidak terjadi aksi protes di tengah kesulitan ekonomi yang masih berat,” kata Iwan di Kota Bogor, Minggu (12/12). 15/2024). .
Ewan menjelaskan, peluang perpajakan ini merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Melalui skema ini, daerah dan kota akan menerima langsung sebagian Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) sebesar 66% dari total pajak yang terutang.
Ewan menjelaskan, sistem ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas fiskal pemerintah daerah/kota agar lebih mandiri.
“Penerapan opsi perpajakan akan memberikan akses langsung kepada daerah dan kota terhadap sistem PAD,” kata politikus PKS itu. “Tetapi pemerintah harus memastikan bahwa masyarakat benar-benar merasakan dampak pajak ini melalui program-program yang pro rakyat.”
Misalnya tarif PKB kendaraan Anda Rp 1 juta, maka peluang PKB di daerah/kota Anda adalah Rp 660.000. Begitu pula dengan BBNKB dengan rasio yang sama.
Namun penerapan opsi ini diharapkan juga dapat menurunkan PAD daerah. Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapanda) Provinsi Jawa Barat Dedi Taufik sebelumnya mengatakan opsi PKB dan BBNKB diharapkan dapat menurunkan pendapatan Provinsi Jawa Barat. Namun Didi optimistis daerah dan kota akan semakin mandiri secara finansial.
Sebelumnya, Pj Gubernur Jabar Bei Mashmudin menyatakan target APBD Jabar tahun 2024 sebesar Rp36,27 triliun. Artinya, ke depan ada prediksi akan ada aturan baru pembagian peluang pajak langsung ke 27 kota dan provinsi, sehingga potensi APBD Jabar bisa berkurang Rp 5-6 miliar pada 2025, kata Iwan.
Berdasarkan data BPS, pada akhir tahun 2023 jumlah mobil di Jabar mencapai 16.574.249 unit. Diperkirakan jumlah tersebut dapat meningkatkan PAD daerah/kota secara signifikan melalui skema tax opportunity PKB dan BBNKB.
Selain itu, peluang pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB) juga menjadi sumber penerimaan baru bagi negara. Peluang ini akan dimanfaatkan untuk memperkuat fungsi pengawasan pertambangan di wilayah tersebut.
Ewan menegaskan, pengelolaan pajak dan retribusi daerah harus transparan dan akuntabel. Ia juga mengatakan, pemerintah daerah mempunyai kewajiban mengembalikan pajak masyarakat dalam bentuk program pembangunan yang sebenarnya.
Ditegaskannya, “Yang terpenting adalah administrasi. Pajak harus dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk pembangunan dan pelayanan publik yang lebih baik. Peran pemerintah adalah memastikan semuanya berjalan sesuai aturan.”
Dengan penerapan opsi perpajakan yang tinggal menghitung hari, Iwan berharap pemerintah daerah segera merancang langkah-langkah strategis agar masyarakat benar-benar memahami peraturan tersebut dan mendukung penerapannya demi pemerataan pembangunan di Jawa Barat.
Sumber berita : Liputan6.com