Nasional

Opsen Pajak Bikin Pusing Industri Otomotif Dibandingkan Dengan Kenaikan PPN 12%

Jakarta – Penjualan mobil baru selama periode Januari-November 2024 mencapai 784.788 unit. Penurunan 14,74% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Banyak pemangku kepentingan meyakini industri otomotif akan menghadapi kesulitan yang semakin meningkat seiring kenaikan PPN tahun ini.

Meski demikian, Menteri Perindustrian Agus Jumiwang Kartasmita menilai kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% tidak menjadi masalah besar. Bahkan, pajak daerah atau pajak pilihan justru menjadi tantangan terbesar bagi produsen dan konsumen.

“Yang paling menyulitkan bagi produsen dan konsumen adalah pajak pemerintah daerah atau yang kita sebut opsi,” kata Agus kepada wartawan di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Jumat (1 Maret 2025).

Sebagai acuan, dasar pengenaan opsi mengacu pada Pasal 16 dan Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang menjadi dasar pengenaan opsi pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor. PKB dan BBNKB merupakan debit.

Besaran pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan 66%.

Untuk mobil, kebijakan opsional mencakup Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Biaya Angkutan Kendaraan Bermotor (BBNKB).

Opsi PKB dan BBNKB dipungut dari Pemerintah Daerah (Pemkab)/Pemkot sebesar 66% dari opsi PKB dan BBNKB yang diterima Pemerintah Daerah (Pemprov).

Beberapa provinsi telah menetapkan peraturan yang mengatur sinergi antara provinsi dan daerah/kota (Pergov), yang akan dikaitkan dengan kebijakan opsi pajak.

Ini termasuk Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Di sisi lain, kebijakan ini tidak berlaku di Jakarta dan Jawa Timur.

Menteri Perindustrian menekankan bahwa masyarakat tidak akan membeli mobil baru jika pajak daerah terlalu tinggi. Hal ini akan memengaruhi pendapatan pajak daerah.

“Saya kira tidak akan lama lagi pemerintah daerah akan merasa bahwa kebijakan pilihan tersebut merugikan masyarakat mereka sendiri. Saya berharap pemerintah daerah mengumumkan pembatasan, seperti pelonggaran pembatasan. Karena penduduk setempat tidak akan mampu membeli mobil baru. .”

“Itu tidak akan secara otomatis menghasilkan pendapatan karena orang tidak akan membeli mobil. Saya kira pemerintah daerah akan mengkajinya dan (jika mereka terus memberlakukan opsi itu) mereka akan merugi,” jelas Agus Gumiwang.

Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Jaikindo) Koko Kumara mengatakan penerapan opsi pajak tersebut akan merugikan penjualan mobil baru tahun depan.

“Pemerintah daerah perlu cerdas menyikapi kebijakan ini karena sudah paham dan punya data untuk mengimplementasikan opsi perpajakan dengan baik,” ujarnya, Minggu (29/12/2024).

Karena masih belum jelas wilayah mana yang akan menerapkan opsi pajak, Gaikendo tetap konservatif dalam prospeknya terhadap industri otomotif nasional pada tahun 2025.

Coco menyatakan kekhawatirannya bahwa kenaikan pajak daerah dapat menyebabkan penurunan penjualan mobil secara nasional, serupa dengan yang terjadi selama pandemi COVID-19.

Produsen mobil PT Astra International Tbk (ASII) akan mengkaji dampak opsi pajak terhadap pendapatannya tahun depan.

Namun, ASII memperkirakan bahwa pasar kendaraan roda empat akan menurun karena kenaikan PPN dan opsi pajak.

“Target kami tampaknya konservatif,” kata Terra Ardiante, kepala hubungan investor ASII, pada Senin (30 Desember 2024).

Sementara itu, Sigit Kumala, direktur eksekutif Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), mengatakan penerapan opsi pajak bersama dengan PPN 12% akan menggerus penjualan sepeda motor dalam negeri.

AISI memperkirakan penjualan sepeda motor nasional akan mencapai antara 6,4 hingga 6,7 ​​juta unit pada tahun 2025, sebelum kebijakan pajak berlaku.

“Namun sekali lagi, kita harus menunggu dan melihat bagaimana dampaknya dengan perhitungan ini,” imbuhnya, Senin (30/12/2024).

Seagate juga mengatakan telah menerima informasi dari AISI mengenai surat insentif untuk mengantisipasi dampak opsi pajak 2025.

Asosiasi berharap bahwa pemberian insentif akan mempertahankan peningkatan opsi pajak dari 4% menjadi 7%.

Kepala Penjualan dan Pemasaran PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) Teuku Aga mengatakan opsi pajak tersebut mungkin memaksa konsumen menunda pembelian sepeda motornya tahun depan.

Ia menambahkan pada Senin (30/12/2024) bahwa “konsumen mungkin memiliki kesempatan untuk melakukan konversi dengan membeli sepeda motor bekas yang tidak memiliki opsi tersebut.”

Suzuki akan terus memantau perkembangan kebijakan opsi pajak sebelum mengambil tindakan lebih lanjut terhadap strategi bisnisnya.

Sumber berita : Tribun News.com

Laporan oleh Leta Febriani, eporter