JAKARTA – Pemerintah telah memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dibiayai pemerintah untuk penjualan sejumlah Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) roda empat dan sejumlah Kendaraan Bermotor Listrik Bus Listrik (KBL).
Pemerintah juga telah memperpanjang insentif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah (DTP) atas penjualan kendaraan listrik rendah emisi karbon (hibrida) (LCEV) tertentu hingga akhir tahun 2025.
Peraturan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 (PMK-12/2025) yang diterbitkan dan mulai berlaku pada tanggal 4 Februari 2025.
“Insentif ini diberikan sebagai bagian dari upaya mendukung kebijakan pemerintah dalam mendorong produksi kendaraan listrik dan hibrida rendah emisi karbon,” kata Direktur Pembinaan, Pelayanan, dan Publisitas Direktorat Jenderal Pajak, Duy Astuti, dalam keterangan resmi yang diterima, Rabu (19/2/2025).
Melalui PMK-12/2025, insentif PPN DTP atas penjualan KBL kendaraan roda empat tertentu dan jenis bus tertentu telah diperpanjang dari kebijakan sebelumnya. Yakni, PPN PPN sebesar 10% dari harga jual KBL yang nilai komponen dalam negeri (TKDN) 40% atau lebih, dan PPN PPN sebesar 5% dari harga jual KBL jenis bus tertentu yang nilai TKDN-nya 20% atau lebih tetapi kurang dari 40%.
Sementara itu, kendaraan LCEV jenis full hybrid, mild hybrid, dan plug-in hybrid yang memenuhi standar kendaraan rendah emisi sebagaimana diatur dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 (sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021) akan diberikan insentif PPnBM-DTP sebesar 3%.
“Paket stimulus DTP ini diharapkan dapat memberikan efek berganda yang signifikan bagi industri pendukungnya, sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” kata Dawai.
Salinan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu dan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu untuk jenis bus dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu yang terutang oleh Pemerintah pada tahun anggaran 2025. Keputusan ini dapat diunduh dari laman www.pajak.go.id.
Sebelumnya, anggota Komisi X DPR RI, Dewi Yustisyana, mendorong PT Indonesia Battery Corporation (IBC) untuk mempercepat pengembangan sistem baterai kendaraan listrik di Indonesia.
IBC merupakan badan usaha milik negara yang bergerak di bidang sistem baterai kendaraan listrik, dengan saham dimiliki sebesar 25% oleh PT Antam (Persero), PT Inalum (Persero), PT Petrosea New & Renewable Energy, dan PT PLN (Persero).
Dalam pernyataan tertulis tertanggal 18 Februari 2025, Dewey mengatakan setidaknya ada empat hal yang harus dilakukan IBC untuk mencapai misi tersebut: Pertama, IBC harus menyiapkan Rencana Aksi Perusahaan dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang bisa langsung dijalankan dan dilaksanakan.
Kedua, menurut politikus Partai Golkar itu, KAP harus menghitung secara rinci tujuan bisnis dan biaya perusahaan agar keuntungan yang diperoleh bisa maksimal.
Lebih lanjut, Dewi menekankan pentingnya poin ketiga. Dua poin pertama dapat dicapai dengan dukungan dan komitmen yang kuat dari para pemangku kepentingan terkait (dalam hal ini PT Antam, PT Inalum, PT Petrosea New & Renewable Energy, PT PLN).
Keempat, pemerintah harus menunjukkan kemauan yang kuat untuk terus mendukung terwujudnya ekosistem baterai kendaraan listrik, terutama dalam upaya mengatasi masalah keegoisan antarsektor yang dinilai menjadi salah satu penyebab lambatnya pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik.
“Kita harus melihat Indonesia sebagai pemain utama dalam ekosistem baterai kendaraan listrik, sebuah peluang besar dalam perkembangan global saat ini dalam hal energi, karena hal ini juga sejalan dengan prioritas pemerintah dalam hal transisi ke hilir,” kata anggota DPR dari daerah pemilihan ke-2 Sumatera Selatan tersebut.
Mempercepat transisi energi melalui elektrifikasi adalah kunci untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan energi nasional, kata ekonom konstitusi Debian Currie sebelumnya. Menurut Davian, salah satu pendorong terpenting dalam upaya tersebut tercermin dari dibukanya Indonesia International Motor Show 2025 (IIMS) yang akan digelar di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat pada 13 Februari mendatang.
“Pameran ini sangat sejalan dengan komitmen pemerintah untuk terus mendorong proses transisi energi, dengan mempertimbangkan perlunya kemandirian dan kedaulatan energi dalam menghadapi dinamika global,” kata Davian, Minggu (16 Februari 2025).
Dengan partisipasi sekitar 60 merek otomotif, termasuk lebih dari 34 merek mobil dan 25 merek sepeda motor, IIMS 2025 tidak hanya menjadi ajang pamer inovasi tetapi juga cara strategis bagi produsen, terutama di segmen kendaraan listrik (EV), untuk memasuki pasar domestik. Pameran ini sejalan dengan agenda pemerintah untuk mengalihkan ketergantungan negara terhadap kendaraan bertenaga minyak menuju solusi energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Pengembangan infrastruktur juga meningkat secara signifikan untuk mendukung pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik. Pembangunan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) diharapkan meningkat 300%, dari sekitar 1.000 pada tahun 2023 menjadi lebih dari 3.000 pada tahun 2024.
Sementara itu, fasilitas layanan pengisian daya di rumah (HCS) diperkirakan tumbuh lebih dari 300%, dari 9.000 unit pada tahun 2023 menjadi 28.000 unit pada tahun 2024.
Seiring dengan skala infrastruktur, konsumsi listrik kendaraan listrik juga meningkat secara signifikan. Jumlah transaksi SPKLU melonjak dari 119.600 menjadi 402.509, mencatat peningkatan volume perdagangan sebesar 337%. Sementara itu, konsumsi daya akibat penggunaan SPKLU diperkirakan meningkat signifikan sebesar 370%, dari 2,4 juta kWh pada tahun 2023 menjadi 9,1 juta kWh pada tahun 2024. Sementara itu, konsumsi energi surya diperkirakan meningkat lebih dari 403%, dari 2,9 juta kWh pada tahun 2023 menjadi 11,8 juta kWh pada tahun 2024.
Meningkatnya transaksi dan konsumsi listrik di SPKLU dan HCS menjadi indikator bahwa ekosistem kendaraan listrik di Indonesia tumbuh signifikan. Hal ini semakin mengukuhkan komitmen pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik sebagai bagian dari upaya pencapaian target Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Sementara itu, Davian menekankan bahwa dari perspektif konstitusional, dukungan yang lebih luas untuk kebijakan insentif diperlukan untuk mempercepat transisi energi.
Debian mengatakan, “Insentif tambahan, baik dalam bentuk pembebasan PPN atau dukungan investasi untuk membangun pabrik kendaraan listrik di daerah terpencil di negara ini, harus diperluas untuk memastikan bahwa ekosistem kendaraan listrik nasional terus tumbuh.”
Dengan dukungan kebijakan pemerintah, kerja sama dengan industri otomotif lokal, dan mekanisme pemantauan yang ketat, transisi menuju energi bersih diharapkan tidak hanya memperkuat kedaulatan energi negara, tetapi juga menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif di seluruh Indonesia.
Sumber berita Detik.com