JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyatakan tidak akan memberikan keringanan pajak kendaraan bermotor dan akan memberikan sanksi kepada pelanggar yang sudah menikmati keringanan pajak tanpa membayar pajak.
“Kita punya fasilitas dan kita menikmati kemudahannya, jadi mengapa kita tidak membayar pajak?” Hal itu disampaikan Pramono di Jakarta, Ahad, 27 April 2025, saat menghadiri konferensi halal yang diselenggarakan Ikatan Wanita Muslimah Jakarta, seperti dilansir Kantor Berita Antara.
Menurutnya, misi pemerintah adalah memberikan dukungan kepada masyarakat kurang mampu, seperti pembebasan SIM, bukan pembebasan pajak kendaraan bermotor.
Pramono Anung menjelaskan, yang tidak mampu membayar pajak kendaraan bermotor umumnya adalah pemilik kendaraan yang memiliki dua atau tiga kendaraan sehingga tidak layak mendapat dukungan.
Karena alasan ini, ia akan mengejar para penghindar pajak kendaraan. Mereka tidak hanya tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan, tetapi mereka juga menikmati manfaat yang disediakan oleh pemerintah.
“Orang yang punya mobil dan tidak mau bayar pajak, jangan dibiarkan begitu saja, nanti kita kejar,” kata Pramono Anung.
Pramono menegaskan, Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pimprove Jakarta, akan berpihak kepada mereka yang membutuhkan, khususnya masyarakat miskin, mengingat kesenjangan antara si kaya dan si miskin di Jakarta sangat lebar.
“Untuk mencapai target tersebut, kami akan fokus pada penyelesaian semua permasalahan yang dihadapi masyarakat, seperti amnesti ijazah, penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk rumah di bawah Rp 2 miliar dan apartemen di bawah Rp 650 juta,” jelasnya.
“Jujur saja, ketika saya memimpin Jakarta, saya mengutamakan masyarakat bawah untuk beristirahat,” kata Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung.
Gubernur Jakarta Pramono Anung dilaporkan telah memangkas tarif pajak bahan bakar untuk kendaraan pribadi menjadi 5 persen dan untuk kendaraan umum menjadi 2 persen.
Menurut Pramono, ini berarti pengurangan pajak bagi warga Jakarta, sebab sebelumnya pajak kendaraan pribadi sebesar 10 persen.
“Kemarin kami memutuskan untuk memberikan kemudahan dan diskon bagi Jakarta yang sebelumnya dikenakan pajak sebesar 10-5 persen untuk kendaraan pribadi dan 2 persen untuk kendaraan umum,” ujarnya di Balai Kota Jakarta, seperti dilansir Deticom, Rabu, 23 April 2025.
Sementara itu, Anggota Komisi C PDI Perjuangan Fraksi Perjuangan, Brando Susanto, menyambut positif kebijakan penurunan Pajak Bahan Bakar Minyak (PBBKB) untuk kendaraan pribadi menjadi 5 persen dan kendaraan umum menjadi 2 persen.
Ia merasa bahwa setiap pajak yang dihimpun oleh pemerintah pusat/daerah, pasti akan memberikan dampak kepada laju pembangunan di daerah tersebut, khususnya di wilayah setempat (pemerintah daerah).
Namun, pemerintah pusat dan daerah juga memiliki kewenangan khusus untuk memberikan keringanan pajak (pengurangan/pembebasan) dalam kasus khusus. Ada beberapa alasan lain yang mungkin diizinkan, seperti situasi ekonomi negara, menarik investasi tertentu, dan undang-undang perpajakan.
“Penerapan penurunan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang telah disetujui Gubernur Pramono Anong ini dimaksudkan untuk mendorong kegiatan ekonomi masyarakat. Apalagi, BBM merupakan sarana utama (setelah listrik) dalam kegiatan sehari-hari masyarakat, khususnya dalam pengangkutan orang, barang, dan jasa,” kata Brando pada Jumat, 25 April 2025.
Brando menambahkan hal ini terjadi karena perekonomian lokal belum sepenuhnya pulih dari pandemi COVID-19 dan karena perang tarif antara AS, Tiongkok, dan Rusia. Jakarta, kota global, sudah pasti terkena dampak yang signifikan. Oleh karena itu, langkah keringanan pajak yang dilakukan PBBKB bagi masyarakat setempat merupakan langkah yang tepat.
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah ini solusi optimal? Pajak PBBKB diharapkan menjadi solusi ideal untuk meringankan beban masyarakat, termasuk sektor korporasi di Jakarta, sebagai penggerak ekonomi lokal. Tentu saja, katanya, ada sektor lain yang sedang dipelajari untuk pengecualian pajak tambahan jika diperlukan.
Brando mengatakan pemotongan pajak PBBKB merupakan inisiatif eksekutif Balai Kota, dalam hal ini Gubernur Bram Doyle, dan akan dibahas di komite terkait di Badan Legislatif, Komite C, pada waktu yang tepat.
Sebagai bentuk pengawasan selama fase implementasi, Komite C harus mewajibkan perusahaan bahan bakar otomotif besar seperti Petronas, Shell, BP, Total dan AKR untuk menyerahkan laporan tentang keringanan pajak ini tepat waktu. Pemotongan pajak tidak boleh menjadi alasan untuk mengeksploitasi keuntungan perusahaan bahan bakar. “Harus transparan, Komite C harus memantau, menyelidiki di lapangan, dan meneliti laporan publik,” kata Wakil Perdana Menteri dan Ketua Fraksi PDI-P di Majelis Rendah Parlemen Indonesia di Jakarta.
Brando juga menginginkan IRS untuk memeriksa secara menyeluruh laporan klaim kredit pajak bahan bakar yang dikeluarkan untuk memastikan kebijakan tersebut benar-benar memberikan dampak menguntungkan pada ekonomi lokal.
Otoritas pajak (Despenda) harus sangat berhati-hati saat menerbitkan laporan klaim pengurangan pajak bahan bakar. “Dan sekali lagi, saya tidak ingin ini menjadi peluang bagi perusahaan atau pengusaha untuk mencari keuntungan pribadi, tetapi saya berharap kebijakan ini menjadi peluang untuk menggerakkan perekonomian masyarakat Jakarta,” tegas Brando.
Sumber berita : Liputan6.com